KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Karuniyaah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan
saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah
ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
II
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..............................................................................................II
DAFTAR
ISI.............................................................................................................III
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 LATAR
BELAKANG..........................................................................................1
1.2 RUMUSAN
MASALAH......................................................................................1
1.3
TUJUAN................................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................2
2.1 PENGERTIAN
PUISI...........................................................................................2
2.2 RAGAM
PUISI......................................................................................................3
2.3 BANGUN STRUKTUR
PUISI............................................................................11
2.4 TEKNIK PEMBUATAN
PUISI...........................................................................13
2.5 TEKNIK PEMBACAA
PUISI..............................................................................15
BAB III
PENUTUP.....................................................................................................17
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................18
III
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sastra adalah suatu
bentuk dan hasil pekerjaan dan seni kreatif yang obyeknya adalah manusia dan
kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai seni kreatif
yang menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya maka ia tidak saja
merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berpikir,
tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori, atau sistem berfikir
manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang
indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia. Disamping itu,
sastra harus pula mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan
dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (M. Atar Semi, 1993 :
8).
Karya sastra secara
umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Beberapa ahli yang
merumuskan pengertian puisi menggunakan berbagai pendekatan. Slamet Mulyana
(1956) memberi batasan puisi dengan menggunakan pendekatan psikolinguistik,
karena puisi merupakan karya seni yang tidak saja berhubungan dengan masalah
bahasa tetapi juga berhubungan dengan masalah jiwa. Dengan pendekatan itu
Slamet Mulyana menyimpulkan bahwa puisi adalah sintesis dari pelbagai peristiwa
bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan pelbagai proses jiwa yang
mencari hakikat pengalamannya, tersusun dengan sistem korespondensi dalam salah
satu bentuk (M. Atar Semi, 1993 : 93).
1.2
RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian puisi ?
b. Apa saja ragam puisi ?
c. Apa saja bangun struktur puisi ?
d. Bagaimana teknik pembuatan puisi ?
e. Bagaimana teknik pembacaan puisi ?
1
1.3
TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian puisi.
b. Untuk mengetahui ragam puisi.
c. Untuk mengetahui bangun struktur puisi.
d. Untuk mengetahui teknik pembuatan puisi.
e. Untuk mengetahui teknik pembacaan puisi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
PUISI
Secara etimologis,
kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati
penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang
erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan,
1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat
atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang
menciptakan melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa
atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan
tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang
dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo,
1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para
penyair romantik Inggris sebagai berikut.
a. Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah
kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang
setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris,
antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
2
b. Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran
yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi
yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga
yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan
mempergunakan orkestra bunyi.
c. Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau
diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan
pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
d. Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu
merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional
serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara
artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya),
dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi
kata-katanya berturu-turut secara teratur).
e. Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman
detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa
yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan,
kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang
yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk
direkam.
Dari
definisi-definisi di atas memang seolah-olah terdapat perbedaan pemikiran,
namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7)
menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang
puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide,
nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan
perasaan yang bercampur-baur.
2.2 RAGAM
PUISI
A.
Berdasarkan Zaman
Ditinjau dari segi
periodisasi kelahiran puisi kita mengenal adanya istilah puisi lama dan puisi
baru atau sering pula dibedakan atas puisi tradisional dan puisi modern.
3
1. Puisi Lama
Puisi lama
adalah puisi yang lahir sebelum masa penjajahan Belanda,
sehingga belum tampak adanya pengaruh dari kebudayaan barat. Sifat masyarakat
lama yang statis dan objektif, melahirkan bentuk puisi yang statis pula, yaitu
sangat terikat pada aturan tertentu.. Aturan- aturan
itu antara lain : (a) Jumlah kata dalam 1 baris, (b) Jumlah
baris dalam 1 bait, (c) Persajakan (rima), (d) Banyak suku kata tiap
baris, dan (e) Irama.
Ciri-ciri puisi
lama diantaranya: (a) Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama
pengarangnya,(b) Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra
lisan, dan (c) Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris
tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis Puisi
lama yakni: (a) Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki
kekuatan gaib, (b) Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak
a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris
awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut
isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka,
(c) Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek,
(d) Seloka adalah pantun berkait, (e) Gurindam adalah puisi
yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat,
(f) Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait
4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita, dan (g) Talibun adalah
pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
2. Puisi Baru
Puisi baru bentuknya
lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata,
maupun rima. Jenis-jenis Puisi baru menurut isinya, dibedakan atas:
a. Balada adalah
puisi berisi kisah/cerita.
b. Himne adalah
puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
c. Ode adalah
puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
d. Epigram adalah
puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
e. Romance adalah
puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
4
f. Elegi adalah puisi yang berisi ratap
tangis/kesedihan.
g. Satire adalah
puisi yang berisi sindiran/kritik.
B. Berdasarkan
Sudut Pandang Penulis
Ada bermacam-macam
jenis puisi yang ditulis para penyair Indonesia. Karya sastra tidak bersifat
otonom. Dalam memahami makna karya sastra, kita mengacu pada beberapa hal yang
erat hubungannya dengan puisi tersebut. Dalam pemahaman puisi, hal yang
dipandang erat hubungannya adalah jenis puisi itu sendiri dan sudut pandang
penyair. Sebenarnya ada banyak sekali macam-macam puisi, dan bagaimana penyair
dalam menyampaikan inspirasinya, serta bagaimana menafsirkan makna puisi dengan
mudah. Sehingga mudah mengklasifikasikan, termasuk jenis puisi apakah yang kita
ciptakan.
W.H Hudson menyatakan
adanya puisi sebyektif dan puisi obyektif (1959:96). Cleanth Brooks menyebut
adanya puisi naratif dan puisi deskriptif (1979:335-356). David Daiches
menyebut adanya puisi fisik, platonic, dan metafisik (1948:145). X.J. Kennedy
menyebut adanya puisi konkret dan balada (1071:116-226). Dalam kumpulan puisi
Rendra, kita mengenal judul-judul: balada, romansa, stanza, serenada, dan
sebagainya. Ada juga parable atau alegori. Sedangkan istilah ode, himne, puisi
kamar, dan puisi auditorium juga sering kita jumpai.
a. Puisi
Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Klasifikasi puisi ini
berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak
disampaikan.
-
Puisi Narataif
Puisi naratif
mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada puisi naratif yang sederhana,
ada yang sugestif, dan ada yang kompleks. Puisi-puisi naratif, misalnya: epik,
romansa, balada, dan syair.
-
Puisi
Lirik
Dalam puisi lirik
penyair mengungkapkan aku lirik atau gagasan pribadinya. Ia tidak bercerita.
Jenis puisi lirik misalnya: elegi, ode, dan serenada.
5
-
Puisi
Deskriptif
Di depan telah
dinyatakan bahwa dalam puisi deskriptif, penyair bertindak sebagai pemberi
kesan terhadap keadaan / peristiwa, benda, atau suasana dipandang menarik perhatian
penyair. Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan dalam puisi deskriptif,
misalnya puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi impresionitik.
b. Puisi
Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah puisi kamar
dan puisi auditorium juga kita jumpai dalam buku kumpulan puisi ‘Hukla’ karya
Leon Agusta. Puisi-puisi auditorium disebut juga puisi Hukla (puisi yang
mementingkan suara atau serangakaian suara).
Puisi Kamar ialah
Puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua pendengar saja di
dalam kamar.
Puisi Auditorium
adalah Puisi yang cocok dibaca di auditorium, di mimbar yang jumlah
pendengarnya dapat ratusan orang.
Sajak-sajak Leon
Agusta banyak yang dimaksudkan untuk sajak auditorium. Puisi-puisi Rendra
kebanyakan adalah puisi auditorium yang baru memperlihatkan keindahannya
setelah suaranya terdengar lewat pembacaan yang keras. Puisi auditorium disebut
juga puisi oral karena cocok untuk dioralkan.
c. Puisi
Fisikal, Platonik, dan Metafisikal
Pembagian puisi oleh
David Daiches ini berdasarkan sifat dari isi yang dikemukakan dalam puisi itu.
Puisi Fisikal adalah
Puisi bersifat realistis, artinya menggambarkan kenyataan apa adanya. Yang
dilukiskan adalah kenyataan dan bukan gagasan. Hal-hal yang didengar, dilihat,
atau dirasakan merupakan obyek ciptaannya. Puisi-puisi naratif, balada,
impresionistis, juga puisi dramatis biasanya merupakan puisi fisikal.
6
Puisi Platonik adalah
Puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan.
Dapat dibandingkan dengan istilah 'Cinta Platonis' yang berarti cinta tanpa
nafsu jasmaniah. Puisi-puisi ide atau cita-cita,
religius, ungkapan cinta luhur seorang kekasih atau orang tua kepada anaknya
dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi puisi platonik.
Puisi Metafisikal
adalah Puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan
dan merenungkan Tuhan. Puisi religius disatu pihak dapat dinyatakan puisi
platonic (menggambarkan ide atau gagasan penyair), dilain pihak dapat disebut
sebagai puisi metafisik (menagjak pembaca merenungkan hidup, kehidupan, dan
Tuhan), karya-karya mistik Hamzah Fansuri seperti Syair Dagang, Syair Perahu,
dan Syair Si Burung Pingai dapat dipandang sebagai puisi metafisikal.
Kasidah-kasidah “Al-Barzanji” karya Ja'far Al-Barzanji dan tasawuf karya Jalaludin
Rumi dapat diklasifikasikan sebagai puisi metafisikal.
d. Puisi
Subyektif dan Puisi Obyektif
Puisi Subyektif
disebut juga Puisi Personal, yakni puisi yang mengungkapkan gagasan, pikiran,
perasaan, dan suasana dalam diri penyair sendiri. Puisi-puisi yang ditulis kaum
ekspresionis dapat diklasifikasikan sebagai puisi subyektif, karena
mengungkapkan keadaan jiwa penyair sendiri. Demikian pula puisi lirik dimana
aku lirik bicara kepada pembaca.
Puisi Obyektif
berarti Puisi yang mengungkapkan hal-hal diluar diri penyair itu sendiri. Puisi
obyektif disebut juga puisi impersonal. Puisi naratif dan deskriptif kebanyakan
adalah puisi obyektif, meskipun juga ada beberapa yang subyektif.
e. Puisi
Konkret
Puisi konkret sangat
terkenal dalam dunia perpuisian Indonesia sejak tahun 1770-an. X.J.Kennedy
memberikan nama jenis puisi tertentu dengan nama puisi konkret, yakni puisi
yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahan bentuk dari sudut pandang
(poem for the eye). Kita mengenal adanya bentuk grafis dari puisi, kaligrafi,
ideogramatik, atau puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang menunjukkan
pengimajian lewat bentuk grafis. Dalam puisi konkret ini, tanda baca dan
huruf-huruf sangat potensial membentuk gambar. Gambar wujud
7
fisik yang 'kasat
mata' lebih dipentingkan dari pada makna yang ingin disampaikan.
f. Puisi
Diafan, Gelap, dan Prismatis.
Puisi Diafan atau
puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan pengimajian, kata
konkret dan bahasa figurative, sehingga puisinya mirip dengan bahasa
sehari-hari. Puisi yang demikian akan sangat muda dihayati maknanya.
Puisi-puisi anak-anak atau puisi karya mereka yang baru belajar menulis puisi
dapat diklasifikasikan puisi diafan. Mereka belum mampu mengharmoniskan bentuk
fisik untuk mengungkapkan makna. Dengan demikian penyair tersebut tidak
memiliki kepekaan yang tepat dalam takarannya untuk lambang, kiasan, majas, dan
sebagainya. Jika puisi terlalu banyak majas, maka puisi itu menjadi gelap dan
sukar ditafsirkan. Sebaliknya jika puisi itu kering akan majas dan versifikasi,
maka itu akan menjadi puisi yang bersifat prosaic dan terlalu cerlang sehingga
diklasifikasikan sebagai puisi diafan.
Dalam puisi prismatis
penyair mampu menyelaraskan kemampuan menciptakan majas, versifikasi, diksi,
dan pengimajian sedemikian rupa sehingga pembaca tidak terlalu mudah
menafsirkan makna puisinya, namun tidak terlalu gelap. Pembaca tetap dapat
menelusuri makna puisi itu. Namun makna itu bagaikan sinar yang keluar dari
prisma. Ada bermacam-macam makna yang muncul karena memang bahasa puisi
bersifat multi interpretable. Puisi prismatis kaya akan makna, namun tidak
gelap. Makna yang aneka ragam itu dapat ditelusuri pembaca. Jika pembaca
mempunyai latar belakang pengetahuan tentang penyair dan kenyataan sejarah,
maka pembaca akan lebih cepat dan tepat menafsirkan makna puisi tersebut.
Penyair-penyair
seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar dapat menciptakan puisi-puisi prismatis.
Namun belum tentu semua puisi yang dihasilkan bersifat prismatis. Hanya dalam
suasana mood seorang penyair besar mampu menciptakan puisi prismatis. Jika
puisi itu diciptakan tanpa kekuatan pengucapan, maka niscaya tidak akan dapat
dihasilkan puisi prismatis. Puisi-puisi dari orang yang baru belajar menjadi
penyair biasanya adalah puisi diafan. Namun kadang-kadang juga kita jumpai
puisi gelap.
8
g. Puisi
Pernasian, dan Puisi Inspirati
Pernasian adalah
sekelompok penyair Prancis pada pertengahan akhir abad 19 yang menunjukkan
sifat puisi-puisi yang mengandung nilai keilmuan. Puisi pernasian diciptakan
dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh inspirasi
karena adanya mood dalam jiwa penyair. Puisi-puisi yang ditulis oleh ilmuwan
yang kebetulan mampu menulis puisi, kebanyakan adalah puisi pernasian.
Puisi-puisi Rendra dalam “Potret Pembangunan” dalam puisi yang banyak berlatar
belakang teori ekonomi dan sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai puisi
pernasian. Demikian juga puisi-puisi Dr. Ir. Jujun S. Suriasumantri yang sarat
dengan pertimbangan keilmuan.
Puisi Inspiratif
diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar masuk ke dalam
suasana yang hendak dilukiskan. Suasana batin penyair benar-benar terlibat
kedalam puisi itu. Dengan mood, puisi yang diciptakan akan memiliki tenaga
gaib, sekali baca habis. Pembaca memerlukan waktu cukup untuk menafsirkan puisi
prosaic seperti karya penyair-penyair tahun 1970-an.
h. Stansa
Jenis puisi yang
bernama stanza kita jumpai dalam Empat Kumpulan Sajak karya Rendra. Stanza
artinya puisi yang tediri atas 8 baris. Stanza berbeda dengan oktaf karena
oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24 baris. Aturan pembarisan dalam oktaf adalah
8 baris untuk tiap bait, sedangkan dalam setanza seluruh puisi itu hanya
terdiri atas 8 baris.
i. Puisi Demonstrasi dan Pamflet
Puisi demonstrasi
menyaran pada puisi-puisi Taufiq Ismail dan mereka yang oleh Jassin disebut
angkatan 66. puisi ini melukiskan dan merupakan hasil refleksi demonstrasi para
maha siswa dan pelajar sekitar tahun 1966. Menurut subagio Sastrowardoyo,
puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat ke-kita-an, artinya melukiskan perasaan
kelompok, bukan perasaan individu.
9
Puisi-puisi mereka adalah endapan dari
pengalaman fisik, mental, dan emosional selama penyair terlibat dalam
demonstrasi 1966. gaya paradoks dan ironi banyak kita jumpai.
Sementara itu, kata-kata yang
membakar semangat kelompok banyak dipergunakan, seperti kebenaran, kamanusiaan,
tirani, kebatilan, dan sebagainya.
Seperti halnya puisi
pamflet, puisi-puisi demonstrasi merupakan ungkapan sepihak, sehingga kebenaran
sulit ditrima secara obyektif. Pihak yang dibela diberikan tempat dan kedudukan
yang terhormat dan serba benar, sedang pihak yang dikritik dilukiskan berada
dalam posisi yang kurang simpatik.
Puisi pamflet juga
mengungkapkan protes social. Disebut puisi pamflet karena bahasanya adalah
bahasa pamflet. Kata-katanya mengungkapkan rasa tidak puaas kepada keadaan.
Munculnya kata-kata yang berisi protes secara spontan tanpa proses pemikiran
atau perenungan yang mendalam. Istilah-istilah gagah membela kelompoknya
disertai dengan istilah tidak simpatik yang memojokkan pihak yang dikritik.
Seperti halnya puisi demonstrasi, bahasa pusi pamflet juga bersifat prosaic.
Rendra adalah tokoh
puisi pamflet. Didepan telah diberikan salah satu contoh puisi pamflet Rendra
yang berjudul "Sajak Burung Kondor". Kata-kata cukong, dan kondom
dinyatakan bersam dengan kata-kata penderitaan, kelaparan, dan kesengsaraan rakyat
kecil yang dibela. Dalam pusi-puisi pamflet banyak kita jumpai kata-kata tabu
yang diungkapkan penyair untuk menunjukkan kedongkolan hati penyair kepada
pihak yang dikritik atau terhadap keadaan yang tidak memuaskan dirinya.
Puisi pamflet Rendra
kehilangan makna konotatif, suatu kehebatan Rendra dalam menciptakan puisi pada
tahun 50-an. Kata-kata kasar, ungkapan-ungkapan langsung ke sasaran, dan
hiperbola yang bertujuan memojokkan pihak yang dikritik banyak kita jumpai
dalam puisi-puisi pamflet Rendra. Puisi-puisi pamflet Rendra ini mengingatkan
kita akan puisi-puisi Jerman pada awal industrialisasi di sana. Puisi-puisi
pamflet Rendra kebetulan merupakan reaksi terhadap industrialisasi yang
berkembang pesat sekitar tahun 1974 (seperti halnya puisi pamflet Jerman
j. Alegori
10
Puisi sering-sering
mengungkapakan cerita yang isinya dimaksudkan untuk memberikan nasihat tentang
budi pekerti dan agama. Jenis alegori yang terkenal adalah parable yang juga
disebut dongeng perumpamaan. Dalam kitab suci banyak kita jumpai
dongeng-dongeng perumpamaan yang maknanya dapat kita cari dibalik yang
tersurat. Puisi "Teratai" karya Sanusi Pane boleh dikatakn sebagai
puisi alegori, karena kisah bunga teratai itu digunakan untuk mengisahkan tokoh
pendidikan. Kisah tokoh pendidikan yang dilukiskan sebagai teratai itu
digunakan untuk memberi nasihat kepada generasi muda agar mencontoh teladan
'teratai' itu. Cerita berbingkai seperti Panca Tantra, 1001 Malam, Bayan
Budiman dan Hikayat Bachtiar juga dapat diklasifikasikan sebagai parable.
2.3 BANGUN STRUKTUR PUISI
Bangun struktur puisi
adalah unsur pembentuk puisi yang dapat diamati secara visual. Unsur tersebut
akan meliputi (1) bunyi, (2) kata, (3) larik atau baris, (4) bait, dan (5)
tipografi. Bangun struktur disebut sebagai salah satu unsur yang dapat diamati
secara visual karena dalam puisi juga terdapat unsur-unsur yang hanya dapat
ditangkap lewat kepekaan batin dan daya kritis pikiran pembaca. Unsur tersebut
pada dasarnya merupakan unsur yang tersembunyi di balik apa yang dapat diamati
secara visual.
Unsur yang
tersembunyi di balik bangun struktur disebut istilah lapis makna. Unsur lapis
makna ini sulit dipahami sebelum memahami bangun strukturnya terlebih dahulu.
Atas dasar pemikiran itulah masalah bangun struktur dibahas terlebih dahulu
sebelum membahas masalah lapis makna dalam puisi.
A. Unsur
Bunyi Dalam Puisi
Bunyi dibentuk oleh
rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh
huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah
pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi.
11
Timbulnya irama
disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya
karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata
yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau
panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu
unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima
maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat
puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
B. Kata Dalam Puisi
Berdasarkan bentuk
dan isi, kata-kata dalam puisi dapat dibedakan antara (1) lambang, yakni bila
kata-kata itu mengandung makna seperti makna dalam kamus (makna leksikal)
sehingga acuan maknanya tidak menunjuk pada berbagai macam kemungkinan lain
(makna denotatif, (2) utterance atau indice, yakni kata-kata yang mengandung
makna sesuai dengan keberadaan dalam konteks pemakaian, dan (3) simbol, yakni
bila kata-kata itu mengandung makna ganda (makna konotatif) sehingga untuk
memahaminya seseorang harus menafsirkannya (interpretatif) dengan melihat
bagaimana hubungan makna kata btersebut dengan makna kata lainnya (analisis
kontekstual), sekaligus berusaha menemukan fitur semantisnya lewat kaidah
proyeksi mengembalikan kata ataupun bentuk larik (kalimat) ke dalam bentuk yang
lebih sederhana lewat pendekatan para frastis.
C.
Baris Dalam Puisi
Larik (atau baris)
mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu
kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama,
jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi
baru tidak ada batasan.
12
D.
Bait Dalam Puisi
Bait merupakan
kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan
makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah,
tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
E.
Tipografi Dalam Puisi
Tipografi adalah cara
penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat
diamati secara visual disebut tipografi. Peranan tipografi dalam puisi, selain untuk
menampilkan aspek artistik, juga untuk menciptakan nuansa makna dan suasana
tertentu. Selain itu, tipografi juga berperanan dalam menunjukkan adanya
loncatan gagasan serta memperjelas adanya satuan-satuan makna tertentu yang
ingin dikemukakan penyairnya.
2.4 TEKNIK
PEMBUATAN PUISI
Sampai saat ini,
barangkali berjuta puisi telah dituliskan, baik yang dipublikasikan di buku, di
koran, di internet, maupun yang masih tetap mengendap di tangan penulis atau
bahkan sudah hilang, entah ke mana rimbanya.
Berbagai ragam tema
bahasan juga pernah diungkapkan lewat puisi, mulai dari kehidupan sehari-hari,
budaya, sains, politik dan tentu saja tentang cinta yang banyak sekali
ditemukan, khususnya puisi yang dituliskan oleh kaum remaja.
Tentu, puisi-puisi
ini dilahirkan dari berbagai macam proses kelahiran. Sebenarnya, jika dicermati,
menurut pengalaman, puisi itu merupakan ungkapan kata bermakna yang dihasilkan
dari berbagai macam proses kelahiran masing-masing. Proses kelahiran ini
ada beberapa tahap, antara lain :
A. Tahap
Mengungkapkan Fakta Diri
Puisi pada tahap ini, biasanya
lahir berdasarkan observasi pada sekitar diri sendiri, terutama pada faktor
fisik. Misalnya pada saat berkaca.
13
B. Tahap
Mengungkapkan Rasa Diri
Pada tahap ini akan lahir puisi
yang mampu mengungkapkan rasa atau perasaan diri sendiri atas obyek yang bersinggungan
atau berinteraksi. Perasaan yang terungkap bisa berupa sedih, senang, benci,
cinta, patah hati, dan lain-lain, misalnya tatkala melihat meja, akan bisa
lahir sebuah puisi
C. Tahap
Mengungkapkan Fakta Obyek Lain
Pada tahap ini puisi dilahirkan
berdasarkan fakta-fakta di luar diri dan dituliskan begitu saja apa adanya,
tanpa tambahan kata bersayap atau metafora, misalnya tatkala melihat meja,
kemudian muncul gagasan untuk menulis puisi.
D. Tahap
Mengungkapkan Rasa Obyek Lain
Pada tahap ini penulis puisi
mencoba berusaha mengungkapkan perasaan suatu obyek, baik perasaan orang lain
maupun benda-benda di sekitarnya yang seolah-olah menjelma menjadi manusia.
Misalnya tatkala melihat orang muda bersandar di bawah pohon rindang, dapat
sebuah terlahir puisi.
E. Tahap
Mengungkapkan Kehadiran Yang Belum Hadir
Pada tahap ini puisi sudah
merupakan hasil kristalisasi yang sangat mendalam atas segala fakta, rasa dan
analisa menuju jangkauan yang bersifat lintas ruang dan waktu, menuju kejadian
di masa depan. Mengungkapkan Kehadiran yang belum hadir artinya melalui media
puisi, puisi dipandang mampu untuk menyampaikan gagasan dalam menghadirkan yang
belum hadir, yaitu sesuatu hal yang pengungkapannya hanya bisa melalui puisi,
tidak dengan yang lain. Misalnya cita-cita anak manusia, budaya dan gaya hidup
masyarakat di masa depan, dan lain-lain. Salah satu contoh yang menarik adalah
lahirnya puisi paling tegas dari para pemuda Indonesia, tanggal 28 Oktober 1928
di Jakarta, atas prakarsa Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), dalam
Sumpah Pemuda.
14
Saat Sumpah pemuda
yang berbentuk puisi ini diikrarkan, bangsa Indonesia masih tersekat-sekat
dalam kebanggaan masing-masing suku, ras dan bahasa serta masih dijajah oleh
kolonial Belanda. Melalui Puisi Sumpah Pemuda, lambat laun terjadi pencerahan
pada seluruh komponen bangsa akan pentingnya persatuan, sehingga jiwa persatuan
itu sanggup dihadirkan di dalam setiap individu bangsa Indonesia, meskipun
kemerdekaan dan persatuan belum terwujud. Dan menunggu sampai dengan di raihnya
kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
2.5 TEKNIK
PEMBACAAN PUISI
Bagaimana kita
membaca puisi dengan baik dan sampai sasaran/tujuan makna dari puisi yang kita
baca sesuai maksud Sang Penyair? Ada beberapa tahapan yang harus di perhatikan
oleh sang pembaca puisi, antara lain :
A. Interpretasi (penafsiran/pemahaman
makna puisi)
Dalam proses ini diperlukan
ketajaman visi dan emosi dalam menafsirkan dan membedah isi puisi. Memahami isi
puisi adalah upaya awal yang harus dilakukan oleh pembaca puisi, untuk
mengungkap makna yang tersimpan dan tersirat dari untaian kata yang tersurat.
B. Vocal
Suara yang
dikeluarkan oleh alat ucap harus sesuai dengan puisi yang dibacakan.
C. Artikulasi
Pengucapan kata yang utuh dan jelas, bahkan di setiap
hurufnya.
15
D. Diksi
Pengucapan kata demi kata dengan tekanan yang bervariasi dan rasa.
E. Tempo
Cepat lambatnya pengucapan (suara). Kita harus pandai mengatur dan menyesuaikan
dengan kekuatan nafas. Di mana harus ada jeda, di mana kita harus menyambung
atau mencuri nafas.
F. Dinamika
Lemah kerasnya suara (setidaknya harus sampai pada penonton, terutama pada saat
lomba membaca puisi). Kita ciptakan suatu dinamika yang prima dengan mengatur
rima dan irama, naik turunnya volume dan keras lembutnya diksi, dan yang
penting menjaga harmoni di saat naik turunnya nada suara.
G. Modulasi
Mengubah (perubahan) suara dalam membaca puisi.
H. Intonasi
Tekanan dan laju
kalimat pada kata di tiap baris puisi, sehingga menimbulkan suatu pengungkapan
isi kalimat yang tepat.
I. Jeda
Pemenggalan sebuah kalimat dalam puisi.
J. Pernafasan.
Biasanya, dalam membaca puisi yang digunakan adalah pernafasan perut.
K. Penampilan
Kerapian pakaian,
keserasian warna, atribut akan menambah angka bagi si pembaca puisi. Tentu saja
penilaiannya bukan terletak pada segi mewah atau tidaknya pakaian yang ia
kenakan, akan tetapi pada kepantasan dan keerasiannya dengan tema puisi yang
akan dia bacakan.
L. Gerak
Gerakan seseorang membaca puisi harus dapat mendukung isi dari puisi yang
dibaca. Gerak tubuh atau tangan jangan sampai klise.
16
M. Komunikasi
Pada saat kita membaca puisi harus bias memberikan sentuhan, bahkan
menggetarkan perasaan dan jiwa penonton.
N. Ekspresi
Tampakkan hasil pemahaman, penghayatan dan segala aspek di atas dengan ekspresi
yang pas dan wajar.
O. Konsentrasi
Pemusatan pikiran terhadap isi puisi yang akan kita baca.
BAB III PENUTUP
·
KESIMPULAN
Puisi
adalah bagian dari poetri dan poem yang tak terlepas dari sudut sudut dan
bagian yang mengansung makna yang tersirat dalam isi kansungan puisi
Beberapa
macam puisi yang biasa di jumpai pada umumnya di buat berdasarkan perkembangan
nya zaman,baik itu puisi lama maupun puisi baru dan bermacam macam struktur
puisi.
·
SARAN
Puisi
digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan baik baik yang tersurat maupun yang
tersirat dalam kandungan isi puisi. Dalam membuat puisi hendaknya memperhatikan
hal hal dasar dalam pembuatan puisi.
17
DAFTAR PUSTAKA
Semi, M. Atar. 1993. Anatomi
Sastra. Bandung : Angkasa Raya.
Amnudin. 2000. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra. Bandung : PT. Sinar Algensindo.
http://dahlanforum.wordpress.com/2010/01/11/puisi-lama-mantra-gurindam-syair pantun/
http://riniintama.wordpress.com/unsur-unsur-puisi/
http://speed-pro18.blogspot.com/2012/02/makalah-puisi-d-i-s-u-s-u-n-oleh-nama.html
http://istayn.staff.uns.ac.id/files/2010/10/teori-sastra-2.pdf
http://fajriyahmy.blogspot.com/2011/12/makalah-puisi.html
http://miliy-miliy.blogspot.com/2012/01/makalah-puisi-baru-dan-puisi-lama.html
http://definisi.net/story.php?title=puisi
http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/27/puisi-pengertian-dan-unsur-unsurnya/
http://duniapuisi.110mb.com/jenis-jenis%20puisi.htm
http://www.kapasitor.net/community/post/2920
http://duniapuisi.110mb.com/teknik%20pembuatan%20puisi.htm
http://duniapuisi.110mb.com/teknik%20pembacaan%20puisi.htm
http://id.Dewi. 2008. Pengertian
Fungsi dan Ragam Sastra. dewi-biru.blogspot.com.
http://id. Aidit, Sobron. 1999. Bab 1: Chairil
Anwar. www.lallement.com.
Posting Komentar