AKHIYAR/KHIYAR DALAM JUL
BELI SIRIA
Muqaddimah
Khiyar merupakan salah satu
hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melaksanakan berbagai
aktifitas bisnis, khususnya dalam persoalan jual beli. Saking pentingnya
persoalan ini, maka para ulama fikih (fuqaha’) membahasnya secara
panjang lebar dalam pembahasan tersendiri atau setidaknya dalam sub pembahasan
tersendiri pada bab buyu’ (jual beli). Atas dasar itulah, maka
dalam pembahasan kali ini, penulis membahas persoalan khiyar baik dari aspek definisi
khiyar, dasar hukumnya, klasifikasinya, problematikanya, dampaknya serta hikmah
disyari’atkannya khiyar.
Dalam praktiknya, tidak
sedikit orang merasa gelo (menyesal) dalam melakukan transaksi
jual beli. Penyesalan tersebut dapat terjadi baik di pihak penjual maupun pihak
pembeli. Penyesalan umumnya dapat diakibatkan oleh tidak adanya transparansi,
tekhnik penjualan yang tidak oftimal sampai persoalan kualitas barang yang
ditransaksikan tidak sesuai dengan harapan, baik karena kesengajaan pihak penjual
maupun karena ketidak cermatan, kurang hati-hati (tergesa-gesa) atau
faktor-faktor lainnya dari pihak pembeli.
Padahal salah satu prinsip
pokok dalam transaksi jual beli adalah harus didasari oleh sikap saling suka
atau saling ridha (Innamal bai’ ‘an taradin; hanya saja jual beli harus
didasari saling meridhai) sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi. Atas dasar
itulah, agama memberi kesempatan kepada kedua belah pihak yang melakukan
transaksi atau akad jual beli untuk memilih antara dua kemungkinan, yaitu
melangsungkan transaksi (akad) jual beli atau membatalkannya, atau yang sering
disebut dengan khiyar.
Pengertian Khiyar
Secara lughah (bahasa),
khiyar berarti; memilih, menyisihkan atau menyaring. Secara semantik
kebahasaan, kata khiyar berasal dari kata khair yang berarti
baik. Dengan demikian khiyar dalam pengertian bahasa dapat berarti memilih dan
menentukan sesuatu yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan
pegangan dan pilihan. Sedangkan menurut istilah, khiyar adalah; hak yang
dimiliki seseorang yang melakukan perjanjian usaha (jual-beli) untuk menentukan
pilihan antara meneruskan perjanjian jual-beli atau membatalkannya.
Macam-Macam khiyar dan Contohnya
Praktek khiyar
sepertinya sesederhana menentukan sebuah opsi syarat ketentuan berlaku
transaksi jual beli. Namun, pada penerapannya terdapat macam-macam khiyar dalam
jual beli. Sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing
pihak yang melakukan jual beli. Berikut ini adalah beberapa jenis macam-macam
khiyar dalam jual beli beserta contohnya.
1. Khiyar Majlis
Majlis dalam
jual beli bermakna tempat berlangsungnya jual beli dan para pihak belum
berpisah. Sehingga khiyar majlis adalah hak yang dimiliki oleh penjual dan
pembeli untuk meneruskan transaksi atau melakukan pembatalan, selama kedua
belah pihak masih dalam majlis jual beli.
Sehingga
selama penjual dan pembeli belum berpisah dari majlis, mereka dapat memutuskan
untuk melakukan transaksi, atau tidak jadi melakukan transaksi. Namun, setelah
berpisah. Penjual tidak dapat membatalkan perjanjian jual beli. Sebagaimana
pembeli tidak dapat meminta kembali uangnya walaupun dengan mengembalikan
barang.
Batasan
Ketentuan berpisah ini disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat. Di
Indonesia misalnya, masyarakatnya memilki kebiasaan bahwa jika sudah keluar
dari toko, maka telah dianggap berpisah dari majlis jual beli. Sehingga tidak
bisa lagi berlaku khiyar majlis.
Salah satu
contoh dari macam-macam khiyar majlis dalam kehidupan sehari-hari adalah
persyaratan penjual bahwa “barang yang sudah dibeli, tidak dapat dikembalikan.”
Selain pada
akad jual beli, penerapan khiyar majlis dapat juga digunakan untuk aktivitas
muamalah lainnya, seperti pada akad salam, akad sharf yang biasa digunakan
untuk pertukaran mata uang, dan juga akad ijarah.
2. Khiyar ‘aibi
Macam-macam
khiyar ini berlandaskan pada kisah jual beli budak oleh Aisyah Radhiyallahu
‘anha. Waktu itu, Ummul Mukminin membeli seorang budak. Setelah
beberapa lama tinggal di rumah beliau, diketahui budak tersebut memiliki
cacat. Habibatu Rasulillah tersebut kemudian menyampaikan
kepada Nabi muhammad Sallalahu ‘alaihi Wassalam. Lalu baginda
Nabi memutuskan bahwa budak tersebut dikembalikan kepada penjualnya. Hadist
riwayat Abu Dawud ini sekaligus merupakan dalil khiyar ‘aibi.
Hadist khiyar
‘aibi menunjukkan pengertian khiyar ‘aibi adalah hak untuk meneruskan atau
membatalkan transaksi apabila setelah akad berlangsung diketahui ada cacat pada
objek jual beli, yang tidak diketahui pembeli saat akad.
Dengan begitu,
maka salah satu contoh khiyar ‘aibi dalam kehidupan sehari-hari adalah pembeli
berhak memutuskan untuk mengembalikan barang yang telah dibelinya. Jika
diketahui barang tersebut memiliki cacat.
Meskipun
penjual telah memasang persyaratan khiyar majlis, yang berisi ketentuan tidak
boleh mengembalikan barang yang telah dibeli. Namun, pembeli perlu
memperhatikan syarat dan ketentuan berikut, sebelum melakukan khiyar ‘aibi
kepada penjual
§ Tidak ada khiyar ‘aibi untuk cacat yang telah
disampaikan penjual kepada pembeli
§ Cacat pada benda tersebut dapat diperiksa,
jika timbul perselisihan antara penjual dan pembeli mengenai cacat benda, maka
diselesaikan berdasarkan ketetapan pengadilan
§ Penjual wajib mengembalikan uang pembelian,
jika cacat disebabkan oleh kelalaian penjual.
§ Jika cacat pada barang karena kelalaian
pembeli, maka tidak ada hak pembeli melakukan khiyar aib.
§ Jika membeli barang dalam jumlah besar.
Pembeli dapat menolak keseluruhan barang apabila ditemukan beberapa stok yang
cacat.
§ Atau membeli hanya barang yang tidak cacat
dengan mengembalikan sisanya. Retur barang yang diterima toko kepada produses
karena menemukan cacat produksi adalah salah satu contoh khiyar dalam kehidupan
sehari-hari
3. Khiyar Syarat
Pengertian
khiyar syarat adalah tidak sama dengan syarat jual
beli dalam islam.
Khiyar syarat adalah hak pembeli atau penjual, atau keduanya, untuk melanjutkan
atau membatalkan transaksi selama masih dalam masa tenggang yang disepakati
kedua belah pihak.
Batasan
tenggat waktu khiyar syarat dibatasi selama 3 hari, sesuai dengan hadist khiyar
syarat, yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Ibnu majjah. “dibolehkan
khiyar pada setiap benda yang telah dibeli, selama tiga hari tiga malam”.
Oleh karena
itu, salah satu macam-macam khiyar dalam jual beli ini, dapat dipraktekkan
dengan memperhatikan beberapa ketentuan berikut ini:
§ Jika masa khiyar syarat telah lewat, otomatis
transaksi menjadi sah dan tidak dapat dilakukan pembatalan jual beli atau
transaksi
§ Hak khiyar syarat tidak dapat diwariskan
§ Sehingga, jika pembeli meninggal pada masa
khiyar, kepemilikan barang menjadi milik ahli waris pembeli
§ Sedangkan jika penjual meninggal dalam masa
khiyar, kepemilikan otomatis menjadi hak pembeli
Macam-macam khiyar dan contohnya ini,
boleh dilakukan untuk macam-macam jual beli dalam islam,termasuk jual beli
jasa. Namun, transaksi yang ada unsur praktek jenis-jenis riba tidak dibenarkan melakukan
khiyar syarat.
Contoh khiyar
syarat sederhana adalah praktek jual beli salam dan istishna. Misal pada jual
beli istishna saat kredit rumah
tanpa riba dari
developer. Pembeli dan penjual dapat melakukan khiyar syarat. Sehingga dalam 3
hari setelah akad jual beli KPR dilakukan pembeli dapat memutuskan untuk
melanjutkan membeli rumah tersebut atau membatalkannya.
4. Khiyar ru’yah
Hadist riwayat
Ad-daruquthni dari Abu Hurairah merupakan dalil dari macam-macam khiyar ini.
Hadist tersebut meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa nabi Muhammad Sallalahu
‘alaihi wassalam bersabda bahwa “barang siapa yang membeli
barang yang belum dia lihat, maka pembeli itu berhak melakukan khiyar setelah
melihat barang tersebut.”
Praktek khiyar
ini dapat terjadi pada contoh khiyar ru’yah pada transaksi salam. Saat barang
telah datang, maka pembeli dapat melakukan khiyar ru’yah. Yaitu, hak pilih
pembeli untuk menyetujui akad jual beli, atau mengatakan batal terhadap
perjanjian jual beli atas objek jual beli yang belum dilihatnya saat akad.
Misal,
pedagang membeli buah apel dari petani apel dengan hanya melihat sampel barang,
atau berdasarkan spesifikasi kualitas apel tertentu. Setelah melakukan
pemeriksaan kondisi apel yang dikirimkan petani. Pedagang dapat memutuskan
untuk membatalkan keseluruhan atau sebagian jual beli apel tersebut, apabila
ditemukan beberapa apel petani memiliki kualitas diluar spesifikasi, atau tidak
sesuai dengan sampel ketika akad.
5. Khiyar Naqdi
Macam-macam
khiyar dan contohnya ini memberikan kesempatan pembatalan jual beli untuk
transaksi dengan pertukaran tidak langsung. Khiyar naqdi merupakan hak untuk
melanjutkan atau membatalkan jual beli, apabila pembeli belum melunasi
pembayaran. Atau penjual belum menyerahkan barang, meskipun telah menerima
pembayaran utuh dari pembeli.
Oleh karena
itu, khiyar naqdi hanya dapat dilakukan apabila penjual dan pembeli menetapkan
waktu pembayaran atau penyerahan yang disepakati bersama. Secara otomatis, jual
beli batal apabila sampai waktu yang disepataki, tidak terjadi pembayaran dan
penyerahan sesuai akad jual beli.
Contoh
sederhana khiyar naqdi adalah batalnya transaksi KPR syariah tanpa bank,
apabila pembeli yang telah membayar booking fee, tidak melakukan
pembayaran uang muka (DP) dalam tenggat waktu yang dipersyaratkan oleh pihak
developer.
Khiyar dan ketentuannya
Demikianlah
macam-macam khiyar dan contohnya dalam jual beli dan transaksi lainnya menurut
islam.
Adanya hukum
khiyar dalam jual beli memiliki hikmah dan manfaat untuk menghindari contoh jual beli yang batil. Serta dapat mendorong terciptanya transaksi jual beli
yang adil dan tidak zalim kepada salah satu pihak.
Namun, salah
satu poin penting dalam pelaksanaan khiyar ini perlu dipastikan telah dilakukan
oleh para pihak saat melakukan akad. Yaitu, menetapkan macam-macam khiyar yang
mungkin dilakukan sebagai persyaratan. Jika ketentuan ini tidak dilaksanakan,
maka tidak ada khiyar antara penjual dan pembeli, dan tidak ada pembatalan jual
beli.
Posting Komentar