MAKALAH BERAKHIRNYA ORDER BARU
DAN LAHIRNYA REFORMASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Orde baru merupakan
sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Soekarno
(Orde Lama) dengan masa Soeharto. Sebagai masa yang menandai sebuah
masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru
lahir sebagai upaya untuk mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada
masa Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan
negara Indonesia, melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen
dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Setelah Orde Baru
memegang tampuk kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan, muncul suatu
keinginan untuk terus-menerus mempertahankan status quo. Hal
ini menimbulkan ekses-ekses negative, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde
Baru tersebut. Akhirnya berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari
nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945,
banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang
dilakukannya itu direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal
tersebut selalu dianggap sah dan benar, walaupun merugikan rakyat.
1.2 Tujuan
Dengan dibuatnya makalah
ini kami berharap dapat mencapai tujuan yang kami inginkan yaitu, dapat
mempelajari dan memahami perkembangan masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru
dan Reformasi dan sekaligus mengerjakan tugas mata pelajaran Sejarah.
Semoga makalah yang saya
buat dapat memberikan manfaat kepada siswa-siswi, khususnya saya sendiri agar
menjadi siswa yang lebih dapat menghargai nilai-nilai dari sejarah Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar
Belakang Lahirnya Orde Baru
Orde baru merupakan
sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa
Sukarno(Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa
baru setelah pemberontakan PKI tahun 1965.
Orde baru lahir sebagai upaya untuk :
- Mengoreksi
total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
- Penataan
kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
- Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
- Menyusun
kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat
proses pembangunan bangsa.
Latar belakang lahirnya Orde Baru :
1. Terjadinya
peristiwa Gerakan 30 September 1965.
2. Keadaan
politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September
1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
3. Keadaan
perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya
pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar
menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
4. Reaksi
keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan
besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut
agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5. Kesatuan
aksi (KAMI, KAPI, KAPPI, KASI, dsb) yang ada di masyarakat bergabung membentuk
Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan
“Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September
1965.
6. Kesatuan
Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan
tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi:
1) Pembubaran
PKI berserta Organisasi Massanya
2) Pembersihan
Kabinet Dwikora
3) Penurunan
Harga-harga barang.
7. Upaya
reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus
Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut
duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa
dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili
tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak
berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa(Mahmilub).
9. Sidang
Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil
langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau
dan sulit dikendalikan.
Upaya menuju pemerintahan Orde Baru :
Ø Setelah
dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa
dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam
lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
Ø Dikeluarkannya
Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah
karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI.
Ø Munculnya
konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi
pelaksana pemerintahan.
Ø Konflik
Dualisme inilah yang membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya karena
akhirnya Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan
kepada Suharto.
Ø Pada
tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai
pejabat Presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno.
Ø 12 Maret
1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.
Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan
Orde Baru.
Ø Pada Sidang
Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai Presiden Republik
Indonesia.
2.2 Kehidupan
Politik Masa Orde Baru
Upaya untuk melaksanakan Orde Baru :
- Melakukan
pembaharuan menuju perubahan seluruh tatanan kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara. Menyusun kembali kekuatan bangsa menuju stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
- Menetapkan
Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
- Melaksanakan
Pemilu secara teratur serta penataan pada lembaga-lembaga negara.
Pelaksanaan Orde Baru :
- Awalnya
kehidupan demokrasi di Indonesia menunjukkan kemajuan
- Perkembangannya,
kehidupan demokrasi di Indonesia tidak berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin.
- Untuk
menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia memutuskan untuk menganut sistem
pemerintahan berdasarkan Trias Politika(dimana terdapat tiga pemisahan
kekuasaan di pemerintahan yaitu Eksekutif,Yudikatif, Legislatif) tetapi itupun
tidak diperhatikan/diabaikan.
Langkah yang diambil pemerintah untuk penataan
kehidupan Politik :
A. Penataan Politik Dalam Negeri
1. Pembentukan
Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28
Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi
Darma Kabinet Ampera yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet
AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut.
1. Memperbaiki
kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
2. Melaksanakan
pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
3. Melaksanakan
politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
4. Melanjutkan
perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968
menetapkan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah
kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut
dengan Pancakrida, yang meliputi :
- Penciptaan
stabilitas politik dan ekonomi
- Penyusunan
dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama
- Pelaksanaan
Pemilihan Umum
- Pengikisan
habis sisa-sisa Gerakan 30 September
- Pembersihan
aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.
2. Pembubaran
PKI dan Organisasi masanya
Soeharto sebagai
pengemban Supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan
jalannya pemerintahan maka melakukan :
Ø Pembubaran
PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya Ketetapan
MPRS No. IX Tahun 1966..
Ø Dikeluarkan
pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang di
Indonesia.
Ø Pada
tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap
terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul keraguan bahwa
mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
3. Penyederhanaan
dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka
dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan
partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai.
Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi
atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan
sosial-politik, yaitu :
Ø Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai
Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik
Islam)
Ø Partai
Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat
nasionalis).Golongan Karya (Golkar)
4. Pemilihan
Umum
Selama masa Orde Baru
telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang
diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997.
1) Pemilu
1971
- Pejabat
negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana para pejabat
negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai peserta pemilu dapat
ikut menjadi calon partai secara formal.
- Organisasai
politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat pemilu sudah ada
dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
- Pemilu
1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460 orang anggota DPR dimana
360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
- Diikuti
oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya (236 kursi),
Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia (24 kusi), Partai
Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7 kursi), Partai
Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba dan Partai IPKI
(tak satu kursipun).
2) Pemilu
1977
Sebelum dilaksanakan
Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang
mengatur mengenai penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa
terdapat 2 partai politik (PPP dan PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977
yang diikuti oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi
untuk PPP dan 29 kursi untuk PDI.
3) Pemilu
1982
Pelaksanaan Pemilu
ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan suara Golkar secara nasional
meningkat. Golkar gagal memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan
Kalimantan Selatan Golkar berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil
memperoleh tambahan 10 kursi sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.
4) Pemilu
1987
Pemilu tahun 1987
dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari Pemilu 1987 adalah:
- PPP
memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding dengan pemilu 1982
hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan asas Islam (pemerintah
mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu Pancasila) dan diubahnya lambang
partai dari kabah menjadi bintang.
- Sementara
Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
- PDI
memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk DPP PDI sebagai
hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.
5) Pemilu
1992
Pemilu tahun 1992
diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992 menunjukkan perubahan yang cukup
mengagetkan. Hasilnya perolehan Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282
kursi, sedangkan PPP memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6) Pemilu
1997
Pemilu keenam
dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:
Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 % dengan
perolehan kursi 325 kursi. PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar
5,43 % dengan perolehan kursi 27 kursi. PDI mengalami kemerosotan perolehan
suara karena hanya mendapat 11 kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya
konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno
Putri.
Penyelenggaraan Pemilu
yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia
sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh
asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu
diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang
selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu
mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan
suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi
Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap
Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah
selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
5. Peran
Ganda ABRI
Guna menciptakan
stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu
sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi
ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara
pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah
sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan
pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator
dan dinamisator.
6. Pemasyarakatan
P4
Pada tanggal 12 April
1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati
dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan
tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun
1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal
sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4
secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4
adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga
dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan
terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan
mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4
tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde
Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada
semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4
merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian
dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
7. Mengadakan
Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan oleh wakil
PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
2.3 Peristiwa Penting
Sepanjang Orde Baru
Sejarah Orde
Baru dimulai tanggal 12 Maret 1967. Jenderal TNI Soeharto ditunjuk
oleh MPR sebagai pejabat presiden. Beliau menjalankan tugas kepresidenan yang
telah diambil alih dari Presiden Soekarno. Setahun kemudian Soeharto dipilih
secara resmi sebagai presiden untuk pertama kalinya sekaligus mengawali
era Orde Baru . Orde Baru memimpin pemerintahan
di Indonesia selama lebih kurang 32 tahun. Soeharto tampil sebagai presiden
tunggal selama tujuh kali berturut-turut. Selama menjalankan tugas
kepresidenan, beliau didampingi oleh wakil presiden yang berbeda. Wakil
presidennya adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Umar Wirahadikusuma,
Soedharmono, Try Sutrisno, dan B.J. Habibie. Pada periode pemerintahan
1998–2003, Soeharto harus turun dari jabatannya karena desakan gerakan
reformasi. Kita bisa mencatat selama Orde Baru terjadi
beberapa pelanggaran HAM dan kebebasan pers. Sementara itu, Golkar dengan
didukung ABRI dan birokrasi memenangkan pemilu selama tujuh kali
berturut-turut.
a. Perkembangan
Ekonomi pada Masa Orde Baru
Soeharto perlu waktu
sekitar dua belas tahun untuk meraih keberhasilan pembangunan dalam bidang ekonomi
dan kependudukan. Masa keemasan Orde Baru terjadi pada tahun
1976–1988. Keberhasilan itu didukung melonjaknya harga minyak dunia,
mengalirnya bantuan negara-negara donor, dan efektifnya rencana pembangunan
lima tahun (Repelita) I–III. Pada tahun 1980-an Indonesia adalah penghasil gas
alam cair terbesar di dunia. Kedudukan Indonesia sebagai negara antikomunis
mempermudah bantuan Barat.
Pelaksanaan Repelita
bisa tepat sasaran dan program. Upaya Orde Baru untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat berhasil pada periode itu. Pendapatan per
kapita Indonesia naik dari US$70 pada tahun 1968 menjadi US$1.000 pada tahun
1996.
b. Prestasi
Orde Baru
Prestasi yang perlu
dicatat selama Orde Baru sebagai berikut. Program
transmigrasi bisa mengatasi kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan membuka
lahan-lahan baru di luar Pulau Jawa. Program keluarga berencana (KB) mampu
menekan laju pertumbuhan penduduk. Untuk memberantas buta huruf, pemerintah
membuat program bebas tiga buta (B3B). Pemerintah Orde Baru juga
sukses menerapkan Gerakan Wajib Belajar Wajar 9 Tahun dan Gerakan Nasional
Orang-Tua Asuh (GNOTA).Keberhasilan Soeharto menjaga stabilitas keamanan dalam
negeri mendorong masuknya investor asing. Mereka menanamkan modal di Indonesia
sehingga memperluas kesempatan kerja. Pemerintahan Orde Baru
juga berhasil menggalakkan cinta atas produk dalam negeri dan menumbuhkan rasa
nasionalisme.
Prestasi Orde
Baru yang fenomenal adalah swasembada pangan pada tahun 1980-an.
Usaha mencapai swasembada beras berlangsung selama Repelita I dan Repelita II.
Usaha ini dilaksanakan melalui rehabilitasi saluran irigasi, pembangunan
jaringan irigasi baru, penyediaan fasilitas kredit, penerapan kebijaksanaan
harga, serta pemanfaatan teknologi dan penyuluhan.
Repelita III menekankan usaha intensifikasi
khusus (insus) pada tahun 1979. Misalnya, dengan memperluas penggunaan benih
varietas unggul, penggunaan pupuk secara optimal, meningkatkan usaha
pengendalian hama dan penyakit, serta meningkatkan pengelolaan air irigasi. Atas
usaha yang dilakukan sejak Repelita I, impor beras tidak dilaksanakan mulai
tahun 1984 dan swasembada beras berhasil dicapai.
Untuk mempertahankan
swasembada beras dilaksanakan suprainsus pada Repelita IV. Sistem ini
meningkatkan partisipasi kelompok tani. Programnya antara lain pembangunan dan
pemeliharaan sarana irigasi, pencetakan sawah, dan pengendalian hama terpadu.
Pada tahun pertama Repelita V, peningkatan produksi padi dilaksanakan dengan
meningkatkan luas areal suprainsus dan pencetakan sawah.
Dari tabel di atas kita
bisa melihat produksi padi terus mengalami kenaikan. Dari 17,2 juta ton pada
tahun 1968 menjadi 41,7 juta ton pada akhir Repelita IV atau meningkat lebih
dua kali. Peningkatan produksi padi yang begitu pesat telah menghasilkan swasembada
beras pada tahun 1984. Peningkatan produksi padi disebabkan meningkatnya hasil
rata-rata padi per hektare. Sejak awal Repelita I sampai akhirRepelita IV,
hasil rata-rata per hektare meningkat dari 2,13 ton per hektare (1968) menjadi
4,11 ton per hektare (1988). Peningkatan hasil rata-rata tersebut disebabkan
meningkatnya mutu usaha intensifikasi. Misalnya, pengelolaan air irigasi,
penyuluhan dan penyediaan fasilitas kredit, serasinya hubungan antara harga
pupuk dan padi, semakin baiknya prasarana dan distribusi pupuk, serta semakin
efisiennya penggunaan pupuk. Faktor lain yang menyebabkan kenaikan produksi
padi adalah semakin luasnya areal panen, terutama luas panen intensifikasi.
2.4 Berakhirnya Orde
Baru dan Lahirnya Reformasi
Di balik kesuksesan
pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa kelemahan.
Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
tumbuh subur. Korupsi besar yang pertama terjadi tahun 1970-an ketika Pertamina
dipegang Ibnu Sutowo. Praktik korupsi menggurita hingga kasus Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 1998. Rasa ketidakadilan mencuat
ketika kroni-kroni Soeharto yang diduga bermasalah menduduki jabatan menteri
Kabinet Pembangunan VII. Kasus-kasus korupsi tidak pernah mendapat penyelesaian
hukum secara adil.
Pembangunan Indonesia
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidakadilan dan
kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan
pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat. Akhirnya,
muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar
Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang
(transmigran) yang memperoleh tunjangan pemerintah. Penghasilan yang tidak merata
semakin memperparah kesenjangan sosial.
Pemerintah mengedepankan
pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah melarang kritik
dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru . Kebebasan
pers dibatasi dan diwarnai pemberedelan koran maupun majalah. Untuk menjaga
keamanan atau mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan
bersenjata. Misalnya, program ”Penembakan Misterius” (Petrus) atau Daerah
Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997–1998.
a. Dari Krisis Ekonomi ke Krisis Multidimensi
(Segala Bidang)
Indonesia mengalami
krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis moneter dan keuangan yang semula terjadi
di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke Indonesia. Hal ini diperburuk
dengan kemarau terburuk dalam lima puluh tahun terakhir. Dari beberapa negara
Asia, Indonesia mengalami krisis paling parah. Solusi yang disarankan IMF
justru memperparah krisis. IMF memerintahkan penutupan enam belas bank swasta
nasional pada 1 November 1997. Hal ini memicu kebangkrutan bank dan negara. BPK
menemukan penyimpangan dana sebesar Rp. 138 triliun atas penggunaan dana BLBI
oleh ke-48 bank tersebut. Saat itu pemerintah menyalurkan BLBI sekitar Rp700
triliun. Ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam
mengatasi krisis. Sampai bulan Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar
Rp147,7 triliun kepada 48 bank.
Krisis ekonomi
mengakibatkan rakyat menderita. Pengangguran melimpah dan harga kebutuhan pokok
melambung. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai daerah. Daya beli
masyarakat menurun. Bahkan, hingga bulan Januari 1998 rupiah menembus angka
Rp17.000,00 per dolar AS. Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah
mengeluarkan ”Gerakan Cinta Rupiah”, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan.
Krisis moneter tersebut telah berkembang menjadi krisis multidimensi. Krisis
ini ditandai adanya keterpurukan di segala bidang kehidupan bangsa. Kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah semakin menurun. Pemerintah kurang peka dalam
menyelesaikan krisis dan kesulitan hidup rakyat. Kabinet Pembangunan VII yang
disusun Soeharto ternyata sebagian besar diisi oleh kroni dan tidak berdasarkan
keahliannya. Kondisi itulah yang melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi.
b. Gerakan Reformasi
Munculnya gerakan
reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi
bangsa Indonesia. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus
di berbagai daerah. Akan tetapi, para mahasiswa harus turun ke jalan karena
aspirasi mereka tidak mendapatkan jalan keluar. Gerakan reformasi tahun 1998
mempunyai enam agenda antara lain suksesi kepemimpinan nasional, amendemen UUD
1945, pemberantasan KKN, penghapusan dwifungsi ABRI, penegakan supremasi hukum,
dan pelaksanaan otonomi daerah. Agenda utama gerakan reformasi adalah turunnya
Soeharto dari jabatan presiden. Berikut ini kronologi beberapa peristiwa
penting selama gerakan reformasi yang memuncak pada tahun 1998.
1) Demonstrasi Mahasiswa
Desakan atas pelaksanaan
reformasi dalam kehidupan nasional dilakukan mahasiswa dan kelompok
proreformasi. Pada tanggal 7 Mei 1998 terjadi demonstrasi mahasiswa di
Universitas Jayabaya, Jakarta. Demonstrasi ini berakhir bentrok dengan aparat
dan mengakibatkan 52 mahasiswa terluka. Sehari kemudian pada tanggal 8 Mei 1998
demonstrasi mahasiswa terjadi di Yogyakarta (UGM dan sekitarnya). Demonstrasi
ini juga berakhir bentrok dengan aparat dan menewaskan seorang mahasiswa
bernama Mozes Gatotkaca. Dalam kondisi ini, Presiden Soeharto berangkat ke
Mesir tanggal 9 Mei 1998 untuk menghadiri sidang G 15.
2) Peristiwa Trisakti
Tuntutan agar Presiden
Soeharto mundur semakin kencang disuarakan mahasiswa di berbagai tempat. Tidak
jarang hal ini mengakibatkan bentrokan dengan aparat keamanan. Pada tanggal 12
Mei 1998 empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta tewas tertembak peluru
aparat keamanan saat demonstrasi menuntut Soeharto mundur. Mereka adalah Elang
Mulya, Hery Hertanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan. Peristiwa
Trisakti mengundang simpati tokoh reformasi dan mahasiswa Indonesia.
3) Kerusuhan Mei 1998
Penembakan aparat di
Universitas Trisakti itu menyulut demonstrasi yang lebih besar. Pada tanggal 13
Mei 1998 terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan di Jakarta dan Solo.
Kondisi ini memaksa Presiden Soeharto mempercepat kepulangannya dari Mesir.
Sementara itu, mulai tanggal 14 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa semakin meluas.
Bahkan, para demonstran mulai menduduki gedung-gedung pemerintah di pusat dan
daerah.
4) Pendudukan Gedung MPR/DPR
Mahasiswa Jakarta
menjadikan gedung DPR/MPR sebagai pusat gerakan yang relatif aman. Ratusan ribu
mahasiswa menduduki gedung rakyat. Bahkan, mereka menduduki atap gedung
tersebut. Mereka berupaya menemui pimpinan MPR/DPR agar mengambil sikap yang
tegas. Akhirnya, tanggal 18 Mei 1998 Ketua MPR/DPR Harmoko meminta Soeharto
turun dari jabatannya sebagai presiden. Pernyataan Harmoko itu kemudian
dibantah oleh Pangab Jenderal TNI Wiranto dan mengatakannya sebagai pendapat
pribadi.
Untuk mengatasi keadaan,
Presiden Soeharto menjanjikan akan mempercepat pemilu. Hal ini dinyatakan
setelah Presiden Soeharto mengundang beberapa tokoh masyarakat seperti
Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid ke Istana Negara pada tanggal 19 Mei
1998. Akan tetapi, upaya ini tidak mendapat sambutan rakyat.
5) Pembatalan Apel Kebangkitan Nasional
Momentum hari
Kebangkitan Nasional 20 Mei 1998 rencananya digunakan tokoh reformasi Amien
Rais untuk mengadakan doa bersama di sekitar Tugu Monas. Akan tetapi, beliau
membatalkan rencana apel dan doa bersama karena 80.000 tentara bersiaga di
kawasan tersebut. Di Yogyakarta, Surakarta, Medan, dan Bandung ribuan mahasiswa
dan rakyat berdemonstrasi. Ketua MPR/DPR Harmoko kembali meminta Soeharto
mengundurkan diri pada hari Jumat tanggal 22 Mei 1998 atau DPR/MPR akan
terpaksa memilih presiden baru. Bersamaan dengan itu, sebelas menteri Kabinet
Pembangunan VII mengundurkan diri.
6) Pengunduran Diri Presiden Soeharto
Pada
dini hari tanggal 21 Mei 1998 Amien Rais selaku Ketua Pengurus Pusat
Muhammadiyah menyatakan, ”Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang
pemerintahan baru”. Ini beliau lakukan setelah mendengar kepastian dari Yuzril
Ihza Mahendra. Akhirnya, pada pukul 09.00 WIB Presiden Soeharto membacakan
pernyataan pengunduran dirinya. Itulah beberapa peristiwa penting menyangkut
gerakan reformasi tahun 1998. Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden
yang telah dipegang selama 32 tahun. Beliau mengucapkan terima kasih dan mohon
maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Beliau kemudian digantikan B.J. Habibie.
Sejak saat itu Indonesia memasuki era reformasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejalan dengan dasar
empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan
besar dalam pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada
era Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan
PKI. Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi
dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya
menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi
pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita
tentang Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik
dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang
bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan
gendung DPR yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan
pasca reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan
pada saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.
B. Saran
Perjalanan kehidupan
birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya
birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga
reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih
cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi
birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan
penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup
semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin
buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga
reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam
melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer
secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan
finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di
beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media
menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi.
Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan
catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk
merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun
sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk
memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin dalam hal ini,
kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan
Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah
mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu
kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi
kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://sistem-pemerintahan-orde-baru.html
http://lahirnya-reformasi-dan-jatuhnya-masa.html
http://shentiald.blogspot.com/2013/12/makalah-indonesia-pada-masa-orde-baru.html
Posting Komentar